Minggu, 15 Oktober 2017

GAMBARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN/ KOTA

GAMBARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN/ KOTA

Pengembangan sistem informasi kesehatan sebenarnya telah dimulai PELITA I melalui sistem informasi  kesehatan nasional pada kantor wilayah kementerian kesehatan (KemenKes RI; 2007)   semenjak   diterapkannya   kebijakannya-kebijakan   desentralisasi   kesehatan,   berbagai kalangan menilai bahwa sistem informasi kesehatan Kementerian kesehatan dalam input data dari propinsi, kabupaten/kota sangat kurang. Di sisi lain beberapa daerah mengatakan bahwa penerapan sistem informasi kesehatan semenjak era desentralisasi memberi dampak yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tingginya motivasi dinas kesehatan untuk mengembangkan SIK, semakin banyak puskesmas yang memiliki computer, tersedianya jaringan LAN di dinas kesehatan mapun teknologi informasi lainnya.
Adanya desentralisasi ini pula, mengakibatkan pencatatan dan pelaporan sebagai produk dari era sentralisasi menjadi  overlaps  , hal ini tentu saja menjadi beban bagi kabupaten/ kota. Melalui keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511 tahun 2002 tentang kebijakan dan strategiI pengembangan   SIKNAS   dan   Nomor   932   tahun   2002   tentang   petunjuk   pelaksanaan pengembangan   sistem   informasi   kesehatan   daerah   di   kabupten/kota   dikembangkan   beragai strategi, yaitu :
1.       Integrasi  dan simplifkasi pencatatan dan pelaporan yan ada.
2.       Penetapan dan pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan.
3.       Fasilitasi pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah
4.       Pengembangan teknologi dan sumber daya;
5.       Pengembangan   pelayanan   data   dan   informasi   untuk   managemen   dan   pengambilan keputusan.
6.       Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
Selanjutnya,   pada  melalui   keputusan  menteri   kesehatan  RI   Nomor   837   tahun   2007 tentang pengembangan jaringan computer online SIKNAS di rencanakan beberapa hal dalam setiap tahunnya; yaitu
1.       Terselenggaranya jaringan komunikasi data terintegrasi antara 80 % dinas kesehatan kabupaten/kota dan 100 % dinas provinsi dengan kementerian kesehatan pada tahun 2007.
2.       Terselenggaranya   jaringan   komunikasi   data   online   terintegrasi   antara   90   %   dinas kesehatan kabupaten/kota,  100 % dinas kesehatan provinsi, 100 % rumah sakit pusat, 100 % unit pelaksana teknis (UPT) pusat dengan kementerian kesehatan tahun 2009.
3.       Terselenggaranya   jaringan   komunikasi   data   online   terintegrasi   antara   seluruh   dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan  provinsi, rumah sakit  pusat,   dan   UPT   pusat kementeri an kesehatan pada tahun 2010
Dari beberapa hal tersebutlah, maka pemerintah daerah pun berupaya mengembangkan sistem   informasi   yang   sesuai   dengan   keunikan   dan   karakteristiknya. Pengembangan   system informasi kesehatan daerah melalui software atau web seperti SIMPUS, SIMRS, SIKDA dan sebagainya.
Sejatinya   suatu   sistem   informasi   yang terintegrasi harus memenuhi kebutuhan berbagai lintas sector dan lintas program yang dapat di akses   sebagai   informasi   yang   dapat   menjadi   pertimbangan   dalam   pengambilan   berbagai keputusan   dan   kebijakan.   Seperti   aplikasi   komunikasi   data,   dapat   dilihat   bahwa   data   dan informasi kesehatan yang disediakan tidak memenuhi dengan kebutuhan baik provinsi atau kabupaten/kota,   sehingga   kabupaten/kota   pun   berupaya   mengembangkan   sistem   informasi sendiri.
SP2TP pun sejatinya dapat digantikan dengan SIMPUS online ternyata di lapangan puskesmas   pun   masih   menyampaikan   laporannya   secara   manual   setiap   bulannya.   Hal   ini mengakibatkan beban kera bagi petugas dan informasi yang diberikan tidaklah dalam hitungan hari, melainkan bulan.Suatu sistem yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan baik pusat atau daerah, pengambilan keputusan dapat mengakses informasi secara cepat dan tepat sehingga kebiakan dapat efektif dan efisien. Sebagai   dampak   dari   desentralisasi,   daerah   masih   menganggap   kebutuhan   system informasi   berbasis   web   atau   komputerisasi   bukanlah   prioritas. Memang pada awalnya pelaksana  sistem  informasi membutuhkan banyak biaya, akan tetapi dalam perjalanannya juga memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang tidak sedikit. Kondisi geografis juga sangat mempengaruhi, masih banyak puskesmas di daerah  yang sangat terbatas akses informasinya.
Dalam rangka mewujudkan SIK Terintegrasi, dikembangkan model SIK Nasional yang menggantikan sistem yang saat ini masih diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa bergerak menuju ke arah SIK Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan diseminasi informasi bisa lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat ditingkatkan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim dalam bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan.
Petugas kesehatan di lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas, posyandu, polindes) melapor kepada puskesmas yang membinanya, berupa data rekapan/agregat sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya akan dikembangkan program mobile health (mHealth) dengan teknologi informasi dan komunikasi sehingga data individual dapat langsung masuk ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Di dinas kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua fasilitas pelayanan kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) akan dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari unit pelayanan kesehatan milik Provinsi.
Informasi yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya kependudukan) akan diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam Bank Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank Data Kesehatan Nasional melalui website Kemenkes.
Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk mampu menjembatani komunikasi data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional yang meliputi puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan.
1.       Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya
2.       Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
3.       Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnyaSIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan, dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan kepada seluruh fasilitas kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.
Dalam hal ini Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan strategi pengembangan dan pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK mempunyai kewajiban untuk mengikuti penetapan dan kebijakan yang ditentukan serta mempunyai peran untuk memperkuat SIK di Indonesia. Koordinasi lintas sektor merupakan hal yang penting karena SIK bukan hanya tanggung jawab bidang kesehatan tetapi juga bidang lain yang terkait di setiap jenjang. Di tingkat provinsi/kabupaten/kota, pelaksanaan SIK juga harus didukung oleh suatu kebijakan yang memperkuatnya sebagai pijakan pelaksanaan bagi pengelola SIK di daerah. Setiap daerah (provinsi dan kabupaten/kota) membuat peraturan daerah mengenai SIK yang sejalan dengan SIK Nasional. Selain itu Kepala fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK sesuai wilayah kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.
Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga memerlukan unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan oleh semua tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan semua pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
1.       Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2.       Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi.
3.       Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
4.       Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota

Berikut penerapan Sitem Informasi Kesehatan
Penerapan sistem informasi pelayanan kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas menggunakan pendekatan paralel yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengoperasikan sistem yang baru bersama-sama dengan sistem yang lama selama satu periode waktu tertentu.
Kedua sisitem ini dioperasikan bersama-sama untuk meyakinkan bahwa sistem yang baru telah benar-benar beroperasi dengan suskses sebelum sistem lama dihentikan. Penerapan sistem informasi pelayanan kesehatan ibu dan bayi utuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas dilakukan sesuai dengan rancangan multiuser. Adapun prosedurnya sebagai berikut:
1.       Pasien didaftar kebagian pendaftaran, kemudian bagian pendaftaran meneruskan pencatatan status pasien kepada bagian pengelola data KIA.
2.       Kemudian pasien menuju bagian pengelola data KIA, dan dilakukan pengisian data pasien sesuai kebutuhan melalui input data master ibu, kecamatan, petuas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan data ibu hamil, data persalinan, data bayi, dat kunjungan ibu dan data kunjungan bayi.
3.       Setelah beberapa waktu yang ditentukan penanggungjawab program KIA dapatmelakukan pengisian data sesuai dengan pelayanan yang diberikan baik kepada ibu maupun bayi.
4.       Dari data yang telah terisis tersebut diperoeh isian laporan bulanan kegiatan KIA dipuskesmas dalam waktu kurun tertentu.
Dalam mendukung penerapan program ini terdapat Rencana sistem informasi layanan kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas :
1.       Basis yang dikembangkan adalah berupa master data yang bersifat statis yaitu kecamatan, puskesmas, desa, proyeksi penduduk, petugas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan, dan data ibu/calon ibu. Dan dikembangkan basis data dinamis berupa file-file pada kegiatan transaksi.
2.       Input pengelola data KIA berupa master data kecamatan, puskesmas, desa, proyeksi penduduk, petugas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan, dan data ibu/calon ibu.
3.       Output yang dihasilkan berupa laporan meliputi: laporan bulanan KIA, laporan bulanan PWS KIA anak PWS KIA ibu, laporan bulanan SPM, laporan bulanan kelahiran dan kematian, lapran bulanan penemuan kasus BBLR, laporan penemuan tetanis neonatorum, laporan bulanan kematian ibu, laporan bulanan register kematian perinatal (0-7) hari, laporan bulanan rekapitulasi lacakan kematian neonatal.
4.       Antar muka memberikan bentuk tambil awal bagu user untuk memulai bekerja dengan komputer.
5.       Sistem Informasi Pelayanan KIA di Puskesmas
Hasil sistem informasi kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas.


REFERENSI

© SISTEM INFORMASI KESEHATAN | Blogger Template by Enny Law