ARTIKEL 5
KELEMAHAN DAN TANTANGAN SIK
A. Kelemahan SIK
WHO mengklasifikasikan Sistem
Informasi Kesehatan (SIK) sebagai salah satu dari 6 “building blocks” Sistem
Kesehatan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran SIK di dalam suatu
sistem kesehatan. Namun untuk SIK di Indonesia, sering terdengar masih belum
memadai sehingga tidak bisa memberikan data yang akurat. Akibatnya adalah
pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan – para kepala Puskesmas, Rumah
Sakit, Dinas Kesehatan dan petugas di Kementerian Kesehatan, menjadi sulit
untuk mendapatkan data yang akurat dalam waktu yang tepat untuk membantu dalam
melakukan tugas harian.
Berikut ini beberapa kelemahan
yang dimiliki oleh Sistem Informasi Kesehatan:
1.
Fragmentasi & sistem paralel
terlalu membebankan,
Yang paling fundamental adalah permasalahan fragmentasi. Hal ini
disebabkan SIK Indonesia mempunyai banyak “sub-sistem” yang berjalan secara
paralel sesuai kebutuhan pemangku kepentingan yang berbeda, yang akhirnya
membuat petugas di lapangan kewalahan dalam mengkompilasi dan melaporkan data
yang diperlukan. Dengan beban laporan yang begitu berat dalam pelayanan
kesehatan, menimbulkan resiko petugas fasilitas kesehatan untuk membuat
kesalahan dalam pencatatan/rekapitulasi menjadi sangat tinggi dan juga laporan
menjadi sering terlambat dikirim. Yang paling buruk adalah data yang berbeda
dilaporkan untuk variabel yang sama dalam fasilitas yang sama.
2.
Pemerintah/Governance
Sejak desentralisasi tahun 2000, peran Kementerian Kesehatan dalam
mengelola SIK semakin penting. Tanpa pengelolaan dan kebijakan yang kuat,
setiap pemerintah daerah akan mengadopsi sistem masing masing yang
berbeda dan tidak “interoperable” – yakni, tidak bisa saling komunikasi antara
satu sistem dengan yang lain.
3. Pemanfaatan Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK) masih kurang
Dalam laporan Health Systems Financing: The
path to universal coverage (WHO, 2010), Dr. Margaret Chan,
Director-General WHO menyatakan bahwa hampir 20-40% dana Kesehatan menjadi
sia-sia atau tidak terserap dengan baik. Hal ini dikarenakan sistem tidak
efisien. Antara lain diakibatkan sistem manual yang masih terlalu lambat dan
memerlukan banyak sumber dan tidak adanya Informasi tepat.
Sistem Kesehatan
Indonesia masih belum memanfaatkan TIK secara menyeluruh dan jauh ketinggalan dengan sektor lainnya contohnya sektor Bank yang telah memanfaatkan TIK secara maksimal.
Indonesia masih belum memanfaatkan TIK secara menyeluruh dan jauh ketinggalan dengan sektor lainnya contohnya sektor Bank yang telah memanfaatkan TIK secara maksimal.
4.
Dibutuhkan
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi dan
komunikasi.
5.
Persebaran
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi dan
komunikasi tidak merata
6.
Biaya
awal yang cukup mahal meski selanjutnya lebih murah(investasi jangka
informasi).
7.
Bergantung pada sumber listrik
Karena
menggunakan komputer, semua hal yang berhubungan dengan teknologi informasi
untuk kesehatan bergantung pada sumber listrik. Apabila listrik padam, maka
segala pekerjaan yang berkaitan dengan penyimpanan dan pengolahan data akan
sulit untuk dilakukan menggunakan komputer. Hal ini tentu akan mengganggu
pelayanan yang akan diberikan kepada para pasien di rumah sakit.
8.
Bergantung pada aplikasi
Selain
bergantung pada sumber listrik, penggunaan teknologi informasi untuk
kesehatanjuga bergantung pada aplikasi yang digunakan. Jika aplikasi yang
digunakan sering bermasalah, maka pelayanan kepada pasien juga akan buruk.
Untuk itu, gunakan aplikasi yang tepat agar pelayanan kepada pasien dapat
dilakukan secara maksimal.
9.
Perlu pelatihan khusus
Tidak
semua orang dapat bekerja dengan komputer secara akrab, hal ini memberikan kesulitan
tersendiri. Untuk dapat menggunakan sistem komputerisasi tersebut maka petugas
rumah sakit harus melakukan pelatihan khusus. Terutama untuk menyesuaikan diri
dalam menggunakan aplikasi yang akan digunakan dalam pengolahan data pasien
tersebut.
B.
TANTANGAN
SIK
Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia sudah menujukan
banyak sekali kemajuan, hal ini bisa dibuktikan dengan telah dilaksanakannya
Pengembangan jaringan komputer Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)
online yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan (KEPMENKES) No. 837
Tahun 2007. yang mana semua Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia telah
mendapat fasilitas tersebut. Selain itu pelatihan bagi tenaga operator (user)
juga telah dilaksanakan. Hal ini bertujuan untuk pencapaian sasaran ke-14, dari
17 sasaran Departemen Kesehatan yang berbunyi “Berfungsinya Sistem Informasi
Kesehatan yang Evidence Based di Seluruh Indonesia”.
Akan
tetapi pada penerapannya Sistem
Informasi Kesehatan di Indoensia tentunya tidak mudah. Beberapa tantangan dalam
implementasinya masih banyak ditemui sehingga memerlukan
kebijakan dan kerjasama yang terintegrasi didalamnya. Diantaranya tantangan
tersebut adalah:
1. Globalisasi. Banyak ragam perangkat lunak Sistem Informasi
Kesehatan sehingga membingungkan unit operasional dalam menginputnya. Juga
membingungkan pihak pengambil kebijakan dalam menentukan model dan sistem yang
nantinya akan digunakan guna menghasilkan input, proses dan output yang
maksimal sesuai dengan kebutuhan yang ada.
2.
Tantangan
ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah. Ini berkaitan dengan ketersediaan kemampuan keuangan pemerintah dalam
menyediakan budgeting guna operasional dan penyiapan perangkat lunak dan
perangkat keras dalam implementasi Sistem Informasi Kesehatan.
3.
Ancaman
keamanan informasi. Ancaman ini
tentunya tidak dapat di pandang sebelah mata karena faktor keamanan informasi
menjadi penting terkait dengan jenis data dan informasi yang menjadi input dan
output yang nanti dihasilkan.
4.
Tantangan
otonomi daerah. Ini sebagai implementasi dari UU
No. 2 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga daerah punya
otoritas dalam menentukan arah kebijakan sendiri termasuk di dalamnya mengenai
arah kebijakan Sistem Informasi Kesehatan untuk kabupatennya.
5.
Tantangan untuk membangun
jejaring lintas unit dan lintas sektor. Tantanngan ini terkait integrasi dalam menyatukan input
Sistem Informasi Kesehatan yang lintas sektor. Karena masing – masing sektor
atau unit punya definisi dan aplikatif sendiri dalam meninterpretasikan
datanya. Masing-masing Sistem Informasi cenderung untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya menggunakan cara dan format pelaporannya sendiri. Sehingga
unit – unit operasional dalam melaporkan datanya terbebani. Dampaknya informasi
yang di hasilkan kurang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar